BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama dan kebudayaan islam
berpengaruh besar terhadap cara hidup, pola pikir, dan budaya Bangsa Indonesia.
Dengan adanya pengaruh agama islam, kota-kota pantai tumbuh menjadi
kerajaan-kerajaan. Perkembangan islam di indonesia ditandai dengan munculnya
kerajaan-kerajaan yang bercorak islam seperti Samudera Pasai, Aceh, Demak,
Banten, Mataram, Gowa-Tallo (Makassar) Ternate, dan Tidore.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana letak geografis Kesultanan Banten ?
2.
Bagaimana Sejarah Awal Terbentuknya Kesultanan Banten ?
3.
Bagaimana Silsilah Raja-Raja Kesultanan Banten ?
4.
Siapa saja Raja-Raja yang Terkenal pada Kesultanan Banten ?
5.
Bagaimana Aspek Kehidupan Masyarakat Kesultanan Banten ?
6.
Bagaimana Puncak Kejayaan Kesultanan Banten ?
7.
Bagaimana Masa Kemunduran Kesultanan Banten ?
8.
Apa saja Informasi Khusus mengenai Kesultanan Banten ?
9.
Apa saja Peninggalan Kesultanan Banten ?
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui letak geografis Kesultanan Banten.
2.
Untuk mengetahui Sejarah Awal Terbentuknya Kesultanan
Banten.
3.
Untuk mengetahui Silsilah Raja-Raja Kesultanan Banten.
4.
Untuk mengetahui Raja-Raja yang Terkenal pada Kesultanan Banten.
5.
Untuk mengetahui Aspek Kehidupan Masyarakat
Kesultanan Banten.
6.
Untuk mengetahui Puncak Kejayaan Kesultanan Banten.
7.
Untuk mengetahui Masa Kemunduran Kesultanan Banten.
8.
Untuk mengetahui Informasi Khusus mengenai Kesultanan
Banten.
9.
Untuk mengetahui Peninggalan Kesultanan Banten.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Letak Geografis
Kesultan Banten
Secara geografis,
Kesultanan Banten terletak di Jawa Barat bagian utara (sekarang Provinsi
Banten) sampai ke Lampung di Sumatera. Kesultanan Banten terletak di wilayah
Banten, di ujung barat Pulau Jawa.
B. Sejarah Awal
Terbentuknya Kesultanan Banten
Kesultanan ini berawal
sekitar tahun 1526 ketika Demak memperluas pengaruhnya dengan menaklukkan
beberapa kawasan pelabuhan dan menjadikannya pangkalan militer serta kawasan
perdagangan. Pasukan Demak dipimpin oleh Fatahillah (Faletehan) menantu
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati) dan adik ipar Fatahillah yaitu
Pangeran Sabakingking atau lebih sohor dengan sebutan Maulanan Hasanuddin.
Pada awalnya, kawasan
Banten dikenal dengan nama Banten Girang yang merupakan bagian dari kerajaan
Sunda (Pajajaran) yang bercorak Hindu. Kedatangan pasukan kerajaan dibawah
pimpinan Fatahillah dan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk
perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam.
Karena dipicu oleh
adanya kerjasama Sunda-Portugis dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini
dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas –
kekalahan mereka mengusir Portugis dari Malaka tahun
1513. Atas perintah Sultan Trenggono, Fatahillah ditugaskan untuk melakukan
penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Sunda Kelapa, tetapi sebelum menyerang
Banten, konon Fatahillah terlebih dahulu berkonsolidasi dengan mertuanya Syarif
Hidayatullah yang saat itu diberikan kekuasaan oleh Sultan Demak untuk
memerintah Cirebon.
Pada 1522, pasukan
Demak dan Cirebon bergabung menuju Banten dibawah pimpinan Fatahillah, Syarif
Hidayatullah, dan Maulana Hasanuddin juga ikut serta dalam penyerangan
tersebut, Fatahillah mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan,
yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan, yakni Kesultanan Banten.
Pada tahun 1526 Banten
berhasil direbut, termasuk Pelabuhan Sunda Kelapa yang waktu itu merupakan
pelabuhan utama Kerajaan Pajajaran, kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta.
Penguasaan atas Jayakarta berhasil menghambat gerak maju Portugis baik dari
segi politis maupun ekonomis. Selanjutnya, pusat pemerintahan yang semula
berkedudukan di Banten Girang dipindahkan ke Surosowan yang dekat pantai, hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir Sumatera sebelah barat
melalui Selat Sunda dan Selat Malaka. Pada masa itu Malaka telah jatuh dibawah
kekuasaan Portugis, sehingga banyak pedagang yang mengalihkan jalur
perdagangannya ke Sulat Sunda.
Atas penunjukkan sultan
Demak, pada tahun 1526 Maulana Hasanuddin diangkat sebagai Adipati Banten. Pada
tahun 1552, Banten diubah menjadi kerajaan vassal dari Demak,
dengan Maulana Hasanuddin sebagai pemimpinnya.
Seiring kemunduran
Demak terutama setelah meninggalnya Sultan Trenggana, Banten melepaskan diri
dari vassalkerajaan Demak dan menjadi kesultanan yang mandiri.
Kota Surosowan didirikan sebagai ibu kota atas petunjuk Syarif
Hidayatullah dan Maulana Hasanuddin menjadi sultan pertama, kendati demikian,
Fatahillah tetap dianggap sebagai peletak dasar kesultanan Banten.
C. Silsilah Raja-Raja
Kesultanan Banten
1.
Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570)
2.
Sultan Maulana Yusuf (1570-1580)
3.
Sultan Maulana Muhammad (1580-1596)
4.
Pangeran Ratu (1596-1651)
5.
Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672)
6.
Sultan Haji (1672-1686)
7. Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
8.
Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
9.
Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
10. Muhammad Wasi
Zainifin (1733-1750)
11. Syarifuddin
Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
12. Muhammad Arif
Zainul Asyikin (1753-1773)
13. Abul Mafakir
Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
14. Muhyiddin
Zainush Sholihin (1799-1801)
15. Muhammad
Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
16. Wakil
Pangeran Natawijaya (1802-1803)
17. Aliyuddin II
(1803-1808)
18. Wakil
Pangeran Suramanggala (1808-1809)
19. Muhammad
Syafiuddin (1809-1813)
20. Muhammad Rafiuddin
(1813-1820)
D. Raja-Raja Yang
Terkenal
1.
Maulana Hasanuddin
Maulana Hasanuddin berandil besar dalam meletakkan fondasi
Islam di Nusantara hal ini dibuktikan dengan berbagai bangunan peribadatan
seperti masjid dan sarana-sarana pendidikan Islam seperti pesantren. Ia juga
dikenal sebagai sultan yang secara berkala mengirim mubaligh ke berbagai daerah
yang telah dikuasainya. Pada masa jayanya, wilayah kekusaan Kesultanan meliputi
Serang, Pandeglang, Lebak dan Tanggerang.
2. Maulana
Yusuf
Ia melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda
dengan menaklukan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Islam pun masuk ke wilayah
pedalaman tersebut.
3.
Pangeran Ratu
Sultan ini dikenal karena melakukan hubungan diplomasi
dengan negara-negara lain termasuk dengan Raja Inggris, James I tahun 1605 dan
tahun 1629 dengan Charles I.
4.
Sultan Ageng Tirtayasa
Pada masa pemerintahannya kesultanan Banten mengalami puncak
kejayaaan. Banten semakin mengandalkan dan mengembangkan perdagangan. Monopoli
atas lada di Lampung menempatkan Banten sebagai pedagang perantara dan salah
satu pusat niaga yang penting. Banten menerapkan cukai atas kapal-kapal yang
singgah Banten. Pemungutan ini dilakukan oleh Syahbandar yang
berada di kawasan yang dinamakan Pabean.
E. Aspek Kehidupan
Masyarakat Kesultanan Banten
1. Aspek Kehidupan Politik
Seiring kemunduran
Demak terutama setelah meninggalnya Sultan Trenggono, Banten yang
sebelumnya vassal(kerajaan bawahan) Demak melepaskan diri dan
menjadi kesultanan yang mandiri.
Kota Surosowan
didirikan sebagai ibu kota atas petunjuk Syarif Hidayatullah dan Maulana
Hasanuddin menjadi sultan pertama. Pada masa jayanya, wilayah kekuasaan
Kesultanan Banten meliputi Serang, Pandeglang, Lebak, dan Tanggerang.
Banten semakin maju di
bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh faktor-faktor berikut
ini:
1. Letak Banten yang strategis terutama
setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten menjadi bandar utama karena
dilalui jalur perdagangan laut.
2. Banten menghasilkan rempah-rempah
lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa menuju Asia.
Penguasa Banten
selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah
kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai
Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran
menyingkir ke pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka dikenal dengan
Suku Badui.
Maulana Yusuf
digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir kekuasaannya, Maulana
Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha menaklukkan Palembang,
Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang bernama Pangeran
Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir.
Kerajaan Banten
mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama Abdul
Fattah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).Sultan Ageng
mengadakan pembangunan, seperti jalan, pelabuhan, pasar, masjid yang pada dasarnya
untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banten. Namun sejak VOC
turut campur tangan dalam pemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya
mengalami kemerosotan.
Keadaan semakin
memburuk ketika terjadi pertentangan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji,
putranya dari selir. Pertentangan ini berawal ketika Sultan Ageng mengangkat
Pangeran Purbaya (putra kedua) sebagai putra mahkota. Pengangkatan ini membuat
iri Sultan Haji. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Haji memihak VOC. Bahkan, dia
meminta bantuan VOC untuk menyingkirkan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya.
Sebagai imbalannya, VOC meminta Sultan Haji untuk menandatangani perjanjian
pada tahun 1682 yang isinya, antara lain, Belanda mengakui Sultan Haji sebagai
sultan di Banten; Banten harus melepaskan tuntutannya atas Cirebon; Banten
tidak boleh berdagang lagi di daerah Maluku.
Pada tahun 1683, Sultan
Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbaya dapat meloloskan diri.
Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapan tahun, Sultan Ageng wafat
(1692). Adapun Pangeran Purbaya tertangkap oleh Untung Suropati, utusan
Belanda, dan wafat pada tahun 1689.
2. Aspek Kehidupan Ekonomi
Banten di bawah pemerintahan sultan
ageng tirtayasa dapat berkembang menjadi bandar perdagangan dan pusat
penyebaran agama islam. Adapun faktor-faktornya ialah:
1) letaknya strategis
dalam lalu lintas perdagangan.
2) jatuhnya malaka ke
tangan portugis, sehingga para pedagang islam tidak lagi singgah di malaka namun
langsung menuju banten, banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.
Pada masa Sultan Ageng
antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk mengembangkanpertanian. Antara 30 dan 40 km kanal baru
dibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16.000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40
ribu hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-anpetani ditempatkan di atas tanah
tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar. Perkebunan tebu, yang didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an,
dikembangkan.
Banten yang menjadi
maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari arab, gujarat, persia, turki,
cina dan sebagainya. Di kota dagang banten segera terbentuk
perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang arab
mendirikan kampung pakojan, orang cina mendirikan kampung pacinan, orang-orang
indonesia mendirikan kampung banda, kampung jawa dan sebagainya.
3. Aspek Kehidupan Sosial
Sejak banten di-islamkan oleh
fatahilah (faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial masyarakat secara berangsur-
angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran islam.
Kehidupan sosial
masyarakat banten semasa sultan ageng tirtayasa cukup baik, karena sultan
memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah sultan ageng
tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan belanda dalam berbagai kehidupan
sosial masyarakat berubah merosot tajam.
4. Aspek Kehidupan Budaya
Masyarakat
yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis yang ada
di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali.
Beragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di Banten
dengan tetap berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain
didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta
keberadaan pedagang India dan Arab yang berinteraksi dengan masyarakat
setempat.
Dalam
bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten yang
dibangun pada abad ke-16. Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana
dan bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel,
seorang Belanda yang telah memeluk agama Islam. Sejumlah peninggalan bersejarah
di Banten saat ini dikembangkan menjadi tempat wisata sejarah yang banyak
menarik kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negeri.
F. Puncak Kejayaan
Kesultanan Banten
Kerajaan Banten mencapai puncak
kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Hal-hal yang dilakukan
oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan Banten adalah sebagai berikut:
1. Memajukan wilayah perdagangan.
Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai ke bagian selatan Pulau Sumatera
dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2. Banten dijadikan sebagai tempat
perdagangan internasional yang mempertemukan pedagang lokal dengan para
pedagang asing dari Eropa.
3. Memajukan pendidikan dan kebudayaan
Islam sehingga banyak murid yang belajar agama Islam ke Banten.
4. Melakukan modernisasi bangunan
keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel. Sejumlah situs bersejarah
peninggalan Kerajaan Banten dapat kita saksikan hingga sekarang di wilayah
Pantai Teluk Banten.
5. Membangun armada laut untuk
melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten didukung oleh pasukan tempur
laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain di Nusantara dan serangan
pasukan asing dari Eropa.
G. Masa Kemunduran
Kesultanan Banten
Kerajaan Banten
mengalami kemunduruan berawal dari perselisihan antara Sultan Ageng dengan
putranya, Sultan Haji atas dasar perebutan kekuasaan. Situasi ini dimanfaatkan
oleh VOC dengan memihak kepada Sultan Haji. Kemudian Sultan Ageng bersama dua
putranya yang lain bernama Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf terpaksa mundur dan
pergi ke arah pedalaman Sunda. Namun, pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng berhasil
ditangkap dan ditahan di Batavia. Dilanjutkan pada 14 Desember 1683, Syekh
Yusuf juga berhasil ditawan oleh VOC dan Pangeran purbaya akhirnya menyerahkan
diri.
Atas kemenangannya itu,
Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC berupa penyerahan Lampung pada tahun
1682. Kemudian pada 22 Agustus 1682 terdapat surat perjanjian bahwa Hak
monopoli perdagangan lada Lampung jatuh kedatangan VOC. Sultan Haji meninggal
pada tahun 1687.
Setelah meninggalnya
Sultan Haji, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga
pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl
Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa
sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati
dengan gelar Sultan Abul
Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga
dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang
berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa
berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak
ketidak puasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam
urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir
pemerintahan SultanAbul Fathi
Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus
Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali
meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga
sejak 1752 Banten telah menjadi vassal
dari VOC.
H. Informasi Khusus
Mengenai Kesultanan Banten
“PENGHAPUSAN KESULTANAN BANTEN”
Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda
1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau
Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk
memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja
untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung
Kulon.
Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan
penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta
keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan
di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar
Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan
dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels
mengumumkan dari markasnya diSerang bahwa wilayah Kesultanan
Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.
Kesultanan Banten resmi
dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin
Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun
tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan
pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.
I. Peninggalan
Kesultanan Banten
Peninggalan tersebut ada yang masih
utuh namun banyak yang tinggal reruntuhannya saja bahkan tidak sedikit yang
berupa fragmen-fragmen kecil. Peninggalan berupa artefak –artefak kecil yang
dikumpulkan dalam penelitian dan penggalian kepurbakalaan kini telah disimpan
di Museum Situs Kepurbakalaan yang terletak di halaman depan bekas Keraton
Surosowan.
Peninggalan kepurbakalaan tersebut adalah :
1. Komplek Keraton
Surosowan
2. Komplek Mesjid Agung
3. Meriam Ki Amuk
4. Mesjid Pacinan Tinggi
5. Komplek Keraton Kaibon
6. Mesjid Koja
7. Kerkhof
8. Benteng Spelwijk
9. Klenteng Cina
10. Watu Gilang
11. Makam Kerabat Sultan
12. Mesjid Agung Kenari
13. Benda-benda purbakala di Museum Banten
14. Danau Kasikardi
15. Pengindelan Emas
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi,
kesimpulannya Kerajaan Banten pada waktu dulu dikuasai oleh
Fatahilah (panglima perang demak). Banten masih tetap menjadi daerah
kekuasaan Demak, namun setelah terjadi kegoncangan politik akibat
perebutan kekuasaan, banten akhirnya melepaskan diri.
Dan
akhirnya kerajaan banten masa pemerintahannya itu dilakukan oleh orang-orang
yang akan memajukan pemerintahan di Kerajaan Banten tokohnya yaitu Hasanuddin,
Panembahan Yusuf, Maulana Muhammad, Sultan
Ageng Tirtayasa. Mereka adalah orang-orang yang memimpin masa
pemerintahan, sehingga kerajaan banten memperbaiki masa pemerintahannya.
B. Saran
Kami ucapkan terima
kasih bagi yang telah membaca resume ini.
Kami merasa bahwa dalam kliping ini masih banyak
kekurangan dan kami mengharap Kritik dan Saran
dari pembaca, demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Guillot, Claude, Lukman Nurhakim, Sonny Wibisono, Banten
avant l'Islam - Etude archéologique de Banten Girang(Java Indonésie) 932 (?)-1526 ("Banten sebelum Islam -
Studi arkeologis tentang Banten Girang 932 (?)-1526"), École française d'Extrême-Orient, 1994, ISBN 2-85539-773-1
Guillot, Claude, Lukman Nurhakim, Sonny Wibisono, "La
principauté de Banten Girang" ("Kerajaan Banten Girang"),Archipel, Tahun 1995, Volume 50, halaman
13-24
Ricklefs, M. C., A History of Modern
Indonesia since c. 1200, 2008 (terbitan ke-4)
http://id.wikipedia.org/http://ilhamblogindonesia.blogspot.co.id/2013/12/5-bangunan-kuno-peninggalan-kesultanan.html
http://sowcommunity.blogspot.co.id/2012/01/makna-filosofis-dibalik-masjid-agung.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar