MAKALAH
“DEMOKRASI TERPIMPIN”
Dibuat
Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Sejarah Kelas XII Semester 2 yang dibina
oleh Bapak BUDI HANDOKO, S.Pd
Disusun
Oleh:
DIEMAS RAJHISA BINTANG XII IPS-5 / 11
MARDHA TILLA XII IPS-5 / 19
NORRIES NURDIANSYAH XII IPS-5 / 27
YUSUF BAKTI NUGRAHA XII IPS-5 / 34
SMAN 2 SUMENEP
2018
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
limpahan taufik dan hidayahnya dan memberi kenikmatan yang tiada henti, baik
nikmat jasmani dan nikmat rohani, sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
yang insyaalah sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam penuliasan makalah ini, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, guru dan teman yang sudah
memberi dukungan dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan
dan kesalahan baik dalam pemahaman atau penulisan, sangat besar harapan penulis
ada saran atau kritik dari guru-guru di sekolah, teman-teman dan pembaca yang
bersifat membangun demi perbaikan penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfa’at bagi pembaca, terutama bagi penulis, Amin.
Sumenep, Februari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
A.
Demokrasi Terpimpin............................................................................................... 3
B.
Kehidupan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin.............................................. 4
1.
Kondisi Politik Dalam Negeri Pada Masa Demokrasi
Terpimpin...................... 5
2.
Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin............................................... 6
C.
Penyimpangan Pada Masa Demokrasi Terpimpin.................................................... 7
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 11
A. Kesimpulan................................................................................................................ 11
B. Saran.......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 11
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Demokrasi
adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Demokrasi maksudnya memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih
tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Demokrasi pada dasarnya adalah
aturan orang (people rule) dalam sistem politik yang demokratis dimana
warga mempunyai hak, kesempatan, dan suara yang sama dalam mengatur
pemerintahan di dunia publik. Di Indonesia, pergerakan nasional juga
mencita-citakan pembentukan negara demokratis yang berwatak anti-feodolisme dan
anti-imperialisme, dengan tujuan untuk membentuk masyarakat madani.
Masyarakat
madani merupakan suatu bentuk hubungan negara dan warga masyarakat (sejumlah
kelompok sosial) yang dikembangkan atas dasar toleransi dan menghargai satu
sama lain. Landasan demokrasi adalah keadilan, yang berarti terbukanya peluang
kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang
bersangkutan untuk mengatur hidupnya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Maka
dari itu terbentuklah otonomi daerah.
Sejarah
panjang perjuangan dan melelahkan pada akhirnya membuahkan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah pun berlanjut, tiga sistem politik yang
berbeda, masing masing mengatasnamakan ‘‘demokrasi’’ telah di
tegakkan selama kurang lebih setengah abad terakhir. Gagalnya usaha untuk
kembali ke UUD 1945 melalui Konstituante dan peristiwa-peristiwa politik yang
mencapai klimaksnya pada bulan Juni 1959 mendorong Presiden Soekarno untuk
sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang
membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno
mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya
kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni demokrasi
terpimpin pada tanggal 5 Juli 1959 di Istana Merdeka.
Dekrit
yang disampaikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan
sambutan dari masyarakat Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan
kehidupan negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya
berasal dari sambutan yang meriah tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan
oleh unsur-unsur penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung. Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9
Juli 1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden
Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak
sebagai menteri pertama.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari Demokrasi Terpimpin ?
2.
Bagaimana
kondisi politik pada masa demokrasi terpimpin ?
3.
Apakah
dampak (penyimpangan) pada masa demokrasi terpimpin ?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian demokrasi terpimpin.
2.
Untuk
mengetahui kondisi politik pada masa demokrasi terpimpin.
3.
Untuk
mengetahui penyimpangan-penyimpangan pada masa demokrasi terpimpin.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Demokrasi
Terpimpin
Demokrasi
adalah bentuk atau sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintahan tesebut. Di
Indonesia pada masa pemerintahan Orde Lama pernah menggunakan model
pemerintahan Demokrasi Parlementer. Akan tetapi, Demokrasi Parlementer ini
gagal dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pada masa awal kemerdekaan,
maka Orde Lama kemudian beralih ke Demokrasi Terpimpin. Sistem ini diterapakan
pada masa kedua jabatan Soekarno pada tahun 1959 sampai 1966. Demokrasi
Terpimpin adalah sebuah pemerintahan demokrasi dengan meningkatkan otokrasi.
Dalam sistem demokrasi ini, seluruh keputusan berpusat pada pemimpin Negara
yaitu Presiden Soekarno. Konsep ini pertama kali diumumkan oleh Presiden dalam
pembukaan Sidang Konstituante pada tanggal 10 November 1956. Demokrasi
Terpimpin memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Dominasi
Presiden. Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
b.
Terbatasnya
peran partai politik.
c.
Meluasnya
peran militer sebagai unsur politik.
d.
Berkembangnya
pengaruh Partai Komunis Indonesia pada Pemilihan Umum 1955 terjadi
ketegangan-ketegangan yang membuat situasi politik Indonesia tidak
menentu. Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
Latar
Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :
Undang-undang
Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat,
sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan
demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat
Indonesia.
Kegagalan konstituante dalam
menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran
sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
Situasi
politik yang kacau dan semakin buruk. Terjadinya sejumlah pemberontakan di
dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan
sparatisme. Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional.
Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit
sekali untuk mempertemukannya. Masing-masing partai politik selalu berusaha
untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Tujuan
dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak
menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai
berikut.
1.
Pembubaran
konstituante
2.
Tidak
berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
3.
Pembentukan
MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan
Agung Sementara).
B.
Kehidupan
Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Kebijakan
politik yang dilakukan Soekarno pada masa demokrasi terpimpin terkesan
otoriter. Banyak kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi, mulai
dibubarkannya DPR hasil Pemilu tahun 1955 hingga penetapan Soekarno sebagai
presiden seumur hidup. Bahkan Soekarno membuat poros tersendiri dengan menjauh
dari politik luar negeri bebas aktif. Politik atau kebijakan luar negeri
pada hakikatnya merupakan ‘perpanjangan tangan’ dari politik dalam negeri
sebuah negara. Politik luar negeri suatu negara sedikitnya dipengaruhi oleh
tiga faktor, yaitu kondisi politik dalam negeri, pengambil
keputusan, kemampuan ekonomi dan militer, dan lingkungan
internasionalnya. Sejak Bung Hatta berpidato, Indonesia menganut politik luar
negeri bebas aktif yang dipahami sebagai sikap dasar Indonesia yang menolak
masuk dalam salah satu blok negara-negara super power.
Seperti
diamanatkan dalam konstitusi, Indonesia juga menentang segala bentuk penjajahan
di atas muka bumi ini, dan menegaskan bahwa politik luar negeri harus diabdikan
untuk kepentingan nasional. Dengan kata lain, kebijakan luar negeri merupakan
cerminan dari politik dalam negeri dan dipengaruhi perubahan dalam tata
hubungan internasional baik dalam bentuk regional maupun global. Namun,
pada masa demokrasi terpimpin terlihat ada beberapa penyimpangan dari politik
luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros.
Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada
negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik
konfrontasi dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces)
dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang
muncul yaitu negara progresif revolusioner yang anti-imperialisme dan
kolonialisme. Sedangkan Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yaitu
negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis.
Tampak
bahwa politik luar negeri bebas aktif Indonesia pada masa Soekarno condong ke
isu-isu high politic dan perjuangan bangsa Indonesia dalam
membangun image sebuah negara besar dan berpengaruh di tingkat
regional maupun internasional untuk setara dengan negara-negara lain. Hal ini
tidak lepas dari kondisi bangsa Indonesia yang pada saat itu baru merdeka dan
sedang membangunnation dan state-buildingnya. Kesatuan
politik lebih penting bagi Soekarno pada waktu itu daripada membangun basis
ekonomi rakyat. Tak heran, semua itu telah tercermin dalam aksi dan reaksi
serta interaksi politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan
Soekarno. Namun, dalam kebijakan yang semakin menyimpang pun semakin
berdampak pada kondisi di dalam negeri. Salah satu dampak dalam hal ekonomi
adalah kenaikan laju inflasi yang disebabkan oleh penghasilan negara berupa
devisa dan penghasilan lainnya yang semakin merosot. Nilai mata uang merosot,
anggaran belanja mengalami defisit yang besar, pinjaman dari luar negeri tidak
mampu mengatasi masalah, upaya dari pihak pemerintah dan swasta untuk menghemat
dan mengawas pelaksanaan anggaran belanja pun tidak berhasil, penertiban
administrasi dan manajemen perusahaan tak berpengaruh, dan penyaluran kredit
baru pada usaha yang dianggap penting mengalami kegagalan. Dari sisi politik,
inflasi pun terjadi karena pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk
menahan diri dalam melakukan pengeluaran, serta karena pemerintah
menyelenggarakan proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New Emerging
Forces) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang
memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluaran pada setiap tahunnya. Hal ini
berdampak bagi kehidupan dalam negeri. Pada tahun 1961, Indonesia harus
membiayai kekurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa, kegiatan
ekspor semakin buruk dan kegiatan impor dibatasi karena lemahnya devisa. Pada
tahun 1965, cadangan emas dan devisa telah habis, bahkan menunjukkan saldo
negatif sebesar US $ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia
dan negara-negara Barat. Dampak dari kebijakan pada masa demokrasi terpimpin
yaitu uang rupiah baru seharusnya bernilai 1000 kali lipat dari uang rupiah
lama, akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali
lipat lebih tinggi dari uang rupiah lama, tindakan moneter pemerintah
untuk menekan angka inflasi menyebabkan meningkatnya angka inflasi.
1.
Kondisi
Politik Dalam Negeri Pada Masa Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi terpimpin yang menggantikan sistem demokrasi liberal, berlaku tahun
1959 - 1965. Pada masa demokrasi terpimpin kekuasaan presiden sangat besar
sehingga cenderung ke arah otoriter. Akibatnya sering terjadi penyimpangan
terhadap UUD 1945. Berikut ini beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD
1945 yang terjadi semasa demokrasi terpimpin :
a.
Pembentukan
MPRS melalui Penetapan Presiden No. 2/1959.
b.
Anggota
MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden.
c.
Presiden
membubarkan DPR hasil Pemilu tahun 1955.
d.
GBHN
yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959
yang berjudul ; ''Penemuan Kembali Revolusi Kita''
ditetapkan oleh DPA bukan MPRS.
e. Pengangkat presiden seumur hidup.
2.
Politik
Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin.
Politik luar negeri masa demokrasi terpimpin lebih condong ke
blok Timur.
a. Oldefo dan Nefo
Oldefo ( The Old
Estabilished Force ), yaitu dunia lama yang sudah mapan ekonominya,
khususnya negara-negara Barat yang kapitalis.
Nefo ( The New Emerging
Forces ),yaitu negara-negara baru. Indonesia menjauhkan diri dari
negara-negara kapitalis (Blok Oldefo) dan menjalin kerjasama dengan
negara-negara komunis (Blok Nefo). Hal ini terlihat dengan terbentuknya Poros
Jakarta - Peking (Indonesia-China) dan Poros Jakarta - PnomPenh - Hanoi -
Peking - Pyongyang ( Indonesia - Kamboja - Vietnam Utara - Cina - Korea Utara).
b. Konfrontasi dengan Malaysia.
Pada tahun 1961 muncul rencana pembentukan negara Federasi Malaysia yang
terdiri dari Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah.
Rencana tersebut di tentang oleh Presiden Soekarno karena dianggap sebagai
proyek neokolonialisme yang dapat membahayakan revolusi Indonesia yang belum
selesai. Keberatan atas pembentukan Federasi Malaysia juga muncul di Filipina
yang mengklaim daerah Sabah sebagai wilayah negaranya. Pada tanggal 9 Juli 1963
Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman menandatangani dokumen tentang pembentukan
Federasi Malaysia. Kemudian, tanggal 16 September 1963 pemerintah Malaysia
memproklamasikan berdirinya Federasi Malaysia. Menghadapi tindakan Malaysia
tersebut, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi. Pada tanggal 17 September
1963 hubungan diplomatik antara dua negara putus. Selanjutnya pada tanggal 3
Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Dwi Komando Rakyat ( Dwikora), isinya :
1.
Perhebat
ketahanan revolusi Indonesia, dan
2.
Bantu
perjuangan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei
untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.
Ditengah situasi konflik Indonesia - Malaysia, Malaysia di
calonkan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat
reaksi keras dari Presiden Soekarno. Namun akhirnya Malaysia tetap terpilih
sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Terpilihnya Malaysia tersebut
mendorong Indonesia keluar dari PBB. Secara resmi Indonesia keluar dari PBB
pada tanggal 7 Januari 1965.
C.
Penyimpangan
Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Beberapa
penyimpangan yang terlihat pada demokrasi terpimpin yaitu :
a. Kedudukan Presiden
Berdasarkan
UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Namun, kenyataannya
bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden
menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan
adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil
Perdana Menteri III serta pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan
dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing
berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
b. Pembentukan MPRS
Presiden
juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan
tersebut bertentangan dengan UUD 1945, seharusnya pengangkatan anggota MPRS
sebagai lembaga tertinggi negara dilakukan melalui pemilihan umum sehingga partai-partai
yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. 7 anggota
MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden apabila mereka setuju kembali kepada
UUD 1945, setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan setuju pada manifesto
politik. Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan
daerah, dan 200 orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas untuk menetapkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
c. Pembubaran DPR dan Pembentukan
DPR-GR
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena pada tahun
1960 DPR menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden menyatakan pembubaran
DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
Royong (DPR-GR), dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan
DPR-GR juga ditentukan oleh presiden, sehingga DPR-GR harus mengikuti kehendak
serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD
1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR. Tugas
DPR-GR yaitu melaksanakan manifesto politik, mewujudkan amanat penderitaan
rakyat, serta melaksanakan demokrasi terpimpin.
d. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung
Sementara
Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3
tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh presiden. Keanggotaan DPAS terdiri atas
satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah,
dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan
presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelaksanaannya kedudukan DPAS
juga berada di bawah pemerintah (presiden) sebab presiden adalah ketuanya. Hal
ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato
presiden mengenai 'Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol)' ditetapkan
sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK
(Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL
USDEK.
e. Pembentukan Front Nasional
Front
Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front
Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita
proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah
menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan
pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Soekarno. Tugas front
nasional yaitu menyelesaikan Revolusi Nasional, melaksanakan
pembangunan, serta mengembalikan Irian Barat.
f. Pembentukan Kabinet Kerja
Pada
tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden
diangkatlah Ir. Djuanda. Hingga pada tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga
kali perombakan (re-shuffle). Program kabinet antara lain : mencukupi
kebutuhan sandang pangan, menciptakan keamanan Negara, serta
mengembalikan Irian Barat.
g. Penataan Kehidupan Partai Politik
Pada
masa demokrasi parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara
leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi
oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat
akan dibubarkan (dibatasi). Tindakan pemerintah ini dikenal dengan
penyederhanaan kepartaian. Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat
kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut
tampak dengan tindakannya untuk membubarkan partai politik yang pernah berjaya
pada masa demokrasi parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia
(PSI). Alasan pembubaran partai karena sejumlah anggota dari kedua partai
tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut
resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
h. Arah Politik Luar Negeri
Pada
awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif yang mengabdi
pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak, sedangkan aktif berarti
ikut memelihara perdamaian dunia. Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan
politik luar negeri cenderung mendekati negara-negara blok Timur dan
konfrontasi terhadap negara-negara blok Barat.
Perubahan arah ini disebabkan oleh:
a.
Faktor
dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
b. Faktor luar negeri : sikap
negara-negara Barat yang kurang simpatik dan tidak
mendukung perjuangan bangsa Indonesia.
Terdapat beberapa penyimpangan
politik pada masa demokrasi terpimpin, yaitu:
a.
Politik
Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi
penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang cenderung pada salah
satu poros. Saat itu, Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih
mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika
Serikat. Politik konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo
(New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces).
b.
Politik
Konfrontasi Malaysia
Indonesia
juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena
pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang
dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan
negara-negara blok Nefo.
Dalam
rangka konfrontasi tersebut, Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora)
pada tanggal 3 Mei 1964 yang berisi:
1.
Perhebat
Ketahanan Revolusi Indonesia.
2.
Bantu
perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim
Inggris.
3.
Pelaksanaan
Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan
adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c.
Politik
Mercusuar
Politik
mercusuar dijalankan oleh presiden karena beliau menganggap bahwa Indonesia
merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar yang diharapkan
dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo.
Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran
rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces)
yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan
bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965,
Indonesia keluar dari keanggotaan PBB karena Malaysia diangkat menjadi anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d.
Politik
Gerakan Non-Blok
Gerakan
Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara Asia-Afrika yang kehidupan
politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Gerakan ini
memusatkan perjuangannya terhadap gerakan kemerdekaan bangsa Asia-Afrika dan
mencegah perluasan Perang Dingin. Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan
bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju. GNB merupakan
gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi Indonesia,
GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD 1945 baik dalam skala nasional
dan internasional.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demokrasi
terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, dimana seluruh
keputusan serta pemikirannya berpusat pada pemimpin. Pada tanggal 5 Juli
1959, parlemen dibubarkan dan Presiden Soekarno menetapkan konstitusi di bawah
Dekrit Presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante sebagai penyusun
Undang-Undang Dasar yang baru, dan menyatakan diberlakukannya kembali UUD 1945.
Soekarno memperkuat Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer
ke posisi-posisi yang penting.
PKI
menyambut “demokrasi terpimpin” Soekarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI
mempunyai kekuasaan untuk persekutuan konsepsi, yaitu antara nasionalisme,
agama dan komunisme yang dinamakan NASAKOM. Di tahun 1962, perebutan Irian
Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan
PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk
adat. Era 'demokrasi terpimpin' merupakan kolaborasi antara kepemimpinan
PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen
kaum buruh dan petani, dan gagal dalam memecahkan masalah-masalah politik dan
ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun,
inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer terus berkembang.
Pada
pelaksanaannya, demokrasi terpimpin mengalami berbagai bentuk penyimpangan.
Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik hanya pada
presiden. Era tahun 1959-1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika
kebijakan-kebijakan presiden sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia.
B.
Saran
Penulis
berharap makalah ini bukan hanya untuk menjadi bacaan, namun kajian yang
terkandung di dalamnya terutama yang sesuai dengan UUD 1945, dapat diterapkan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun bangsa ini telah merdeka,
nyatanya masih banyak rakyat yang tidak merasakan hasil dari kemerdekaan itu.
Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik kita perlu menanamkan sikap
demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Rusli. 1993. Perjalanan Partai
Politik Di Indonesia: Sebuah Potret Pasang-Surut. Jakarta: Rajawali Pers.
Maarif, Ahmad Syafii. 1996. Islam dan
Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1959—1965). Jakarta: Gema
Insani Press.
Marwati Djoened Poesponegoro dkk. 1993
Sejarah Nasional Indonesia jilid VI, Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka
Prof.Miriam Budiarjo.2008."Edisi
Revisi; Dasar-dasar Ilmu Politik". Pt Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
Yahya A. Muhaimin.2005."cetakan
ketiga; Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966". Gadjah
Mada University Press : Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar