MAKALAH
“GIZI
BURUK”
Disusun Oleh:
1.
Raihan Abdul Rizky
2.
Sulaiman Efendy
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga sebuah makalah yang berjudul "Gizi Buruk” dapat terselesaikan
dengan baik. Maksud dan tujuan dalam pembuatan
makalah ini adalah untuk memberikan informasi serta pengetahuan
kepada pembaca mengenai pengertian gizi buruk, penyebab gizi buruk serta
pencegahannya.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini banyak kendala yang
dihadapi. Oleh karena itu kami berterima kasih kepada segenap pihak yang
terlibat dalam penyusunan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Demikian yang dapat kami sampaikan sebagai pengantar. Besar
harapan untuk bisa memperoleh masukan, saran dan kritik yang sifatnya membangun
dari siapapun yang membaca makalah ini demi kesempurnaan penyusunan makalah
berikutnya. Terima Kasih.
Saronggi, Februari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
A. Pengertian
Gizi Buruk............................................................................................... 3
B. Faktor
Penyebab Gizi Buruk..................................................................................... 3
C. Tipe Gizi
Buruk......................................................................................................... 5
1. Kwashiorkor........................................................................................................ 5
2. Marasmus............................................................................................................. 6
3. Marasmic-Kwashiorkor........................................................................................ 7
D. Akibat
Gizi Buruk..................................................................................................... 7
E. Pencegahan Gizi Buruk............................................................................................. 7
F. Masalah
Gizi di Indonesia......................................................................................... 8
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 10
A. Kesimpulan................................................................................................................ 10
B. Saran.......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara,
baik negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung
dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju
cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000).
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan
gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di
satu pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang
disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai
dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).
Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah
bangsa dalam menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif.
Upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara
penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan
perawatan yang baik. Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya
infeksi menular ataupun penyakit masyarakat lainnya dapat dihindari. Di tingkat
masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan yang higienis, ketahanan pangan
keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan primer sangat
menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.
Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi,
regulasi, dan koordinasi lintas sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk
menjamin terlaksananya poin-poin penting seperti pemberdayaan masyarakat,
pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara tidak
langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah dalam hal
perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak.
Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh
pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya
manusia. Indikator yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas
sumber daya manusia antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM). Pada umumnya IPM dan IKM mempunyai komponen yang
sama, yaitu angka harapan hidup (tingkat kesehatan), penguasaan ilmu
pengetahuan (tingkat pendidikan) dan standar kehidupan yang layak (tingkat
ekonomi). Pada IPM, standar hidup layak dihitung dari pendapatan per kapita, sementara
IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih,
fasilitas kesehatan, dan balita kurang gizi.
Tiga faktor utama penentu IPM yang dikembangkan UNDP adalah
tingkat pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat
kaitannya dengan status gizi masyarakat. Salah satu prioritas pembangunan
nasional di bidang kesehatan adalah upaya perbaikan gizi yang berbasis pada
sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Kurang gizi akan berdampak pada
penurunan kualitas SDM yang lebih lanjut dapat berakibat pada kegagalan
pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan
produktivitas, meningkatkan kesakitan serta kematian. Visi pembangunan gizi
adalah “Mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi
masyarakat/keluarga yang optimal”.
Secara
umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama, yaitu kurang gizi mikro dan
kurang gizi makro. Kurang gizi makro pada umumnya disebabkan oleh kekurangan
asupan energi dan protein dibanding kebutuhannya yang menyebabkan gangguan
kesehatan, sedangkan kurang gizi mikro disebabkan kekurangan zat gizi mikro
(Dinkes Purworejo,2006). Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjdinya kekurangan gizi menahun. Anak balita sehat atau kurang gizi secara
sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut
umurnya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan
menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalu sedikit
dibawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh dibawah standar disebut gizi
buruk. Gizi buruk pada anak sampai saat ini masih menjadi masalah di
Indonesia. Diketahui sampai tahun 2011 ini ada sekitar 1 juta anak di Indonesia
yang mengalami gizi buruk.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari gizi buruk?
2.
Apa
faktor penyebab dari gizi buruk?
3.
Apa
saja tipe dari gizi buruk?
4.
Apa
akibat yang timbul dari gizi buruk?
5.
Apa
saja pecegahan terhadap gizi buruk?
6.
Bagaimana
masalah gizi di Indonesia?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari gizi buruk.
2.
Untuk
mengetahui penyebab dari gizi buruk.
3.
Untuk
mengetahui tipe dari gizi buruk.
4.
Untuk
mengetahui akibat dari gizi buruk.
5.
Untuk
mngetahui pecegahan terhadap gizi buruk.
6.
Untuk
mengetahui masalah gizi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Gizi Buruk
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan
kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi
energi, protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup
lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus ( menurut BB terhadap
TB ) dan hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau
marasmic-kwashiorkor. Ada beberapa cara untuk mengetahui
seorang anak terkena busung lapar (gizi buruk) yaitu :
1.
Dengan cara menimbang berat badan
secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan berat badan dengan umurnya
dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat dikatakan anak tersebut terkena busung
lapar (Gizi Buruk).
2.
Dengan mengukur tinggi badan dan
Lingkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai dengan standar anak yang
normal waspadai akan terjadi gizi buruk.
B.
Faktor
Penyebab Gizi Buruk
Banyak faktor yang yang mengakibatkan
terjadinya kasus gizi buruk. Penyebab gizi buruk terdiri dari penyebab langsung dan
tidak langsung. Penyebab langsung terjadinya gizi
buruk, yaitu:
Hal ini
disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau
makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan
sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.Bayi dan balita tidak mendapat
makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu air
susu ibu, dan sesudah usia enam bulan anak tidak mendapat makanan pendamping
ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak
hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi,
vitamin A, asam folat, vitamin B, serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI
yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali anaknya harus puas dengan
makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena
ketidaktahuan.
Hal ini
disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap
zat-zat makanan secara baik. Terjadinya kejadian infeksi penyakit
ternyata mempunyai hubungan timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang menderita
gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap
penyakit infeksi. Disisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung
menderita gizi buruk cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi,
penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan,
pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan di posyandu,
penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan tinggi rendahnya
kejadian penyakit infeksi. Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini
seperti demam berdarah, diare, polio, malaria, dan sebagainya secara hampir bersamaan
dimana-mana, menggambarkan melemahnya pelayanan kesehatan yang ada di daerah.
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita
disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang
bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO
memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh
keaadaan gizi anak yang jelek.
Ada berbagai penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi
kurang diantaranya yaitu:
1.
Ketahanan
pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan
pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun
mutu gizinya. Namun kemiskinan kadang menjadikan hambatan dalam penyediaan
pangan bagi keluarga.
2.
Pola pengasuhan
anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan
waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan
baik baik fisik, mental dan sosial. Di masa modern ini pengasuhan anak kadang
kita serahkan kepada pembantu yang belum tentu tahu perkembangan dan kebutuhan
makan anak.
3.
Pelayanan
kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat
menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Berbagai kesulitan air bersih
dan akses sarana pelayanan kesehatan menyebabkan kurangnya jaminan bagi
keluarga. Pokok masalah gizi buruk di masyarakat yaitu kurangnya
pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat
berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan adanya berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti
posyandu, pos kesehatan.
Ketiga faktor tidak langsung
tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan
keluarga. Semakin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat
kemungkinan semakin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semaikin baik pola
pengasuhan anak, dan semakin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang ada.
Berbagai faktor langsung dan tidak
langsung di atas, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan
akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain
berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan
ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta
ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Akar masalah
gizi buruk adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan
meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh
krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia. Keadaan
tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan
ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.
C.
Tipe
Gizi Buruk
Menurut situs Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta,keadaan
gizi buruk ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe:
1. Kwashiorkor
Kwashiorkor
adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar.
Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Nama kwashiorkor
berasal dari suatu daerah di Afrika, artinya “penyakit anak yang terlantar”
atau disisihkan karena ibunya mengandung alergi dan tidak lagi memberikan air
susu ibu padanya. Tanpa mengganti air susu ibu dan dapat tambahan pangan yang
seimbang anak (umumnya berumur kurang lebih 18 bulan) kurang mendapat
protein. Jenis penyakit ini sering dijumpai pada bayi dan anak usia
6 bulan sampai 5 tahun pada keluarga berpenghasilan rendah, dan umumnya
kurang sekali pendidikannya. Kurang protein pangan adalah penyebab
utama kwashiorkor sedang zat pangan pemberi tenaga mungin cukup diperolehnya
atau bahkan berlebihan. Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin,
persediaan makanan yang terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit
ini menjadi masalah di negara-negara miskin dan berkembang di Afrika, Amerika
Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju seperti Amerika
Serikat kwashiorkor merupakan kasus yang langka. Berdasarkan SUSENAS (2002),
26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi
buruk. Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi
dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk
tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti
secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal
kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen. Penanganan
dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil yang baik.
Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin dapat memperbaiki status
kesehatan anak secara umum, namun anak dapat mengalami gangguan fisik yang
permanen dan gangguan intelektualnya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak
dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat, akan memberikan akibat
yang fatal. Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein
yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas
antara lain:
a.
Pola
makan
Protein
adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak
semua makanan mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih
menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi
yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju,
tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan
nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkhor, terutama pada
masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
b.Faktor sosial
Hidup di
negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan
politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan
tertentu dan sudah berlansung turun-temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan
terjadinya kwashiorkor.
c.
Faktor
ekonomi
Kemiskinan
keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat
pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak
dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
d.
Faktor
infeksi dan penyakit lain
Telah lama
diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi
derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun
dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Tanda dan gejala klinis yang timbul
pada kwashiorkor antara lain:
a. Rambut tipis berwarna merah
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit.
b. Edema pada seluruh
tubuh terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan bekas.
c. Kelainan kulit (dermatosis)
seperti timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan berubah
warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas.
d. Wajah membulat dan sembab (moon face).
e. Pandangan mata sayu.
f. Pembesaran hati.
g. Sering disertai penyakit infeksi
akut, diare, ISPA, dll.
h. perubahan status mental menjadi
cengeng, rewel, kadang apatis.
i.
Otot
mengecil (hipotrofi) dan menyebabkan lengan atas kurus
sehingga ukuran LILA-nya kurang dari 14 cm.
Dari
sekian banyak gejala klinis, ada beberapa gejala klinis tersebut yang khas pada
penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas ini, penegakkan diagnosis
kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas tersebut adalah edema,
rambut yang tidak hitam, mudah rontok, jarang dan tipis, perut buncit karena
hepatomegali, dan crazy pavement dermatosis. Karena adanaya edema, maka
kwashiorkor bisa disebut edematous protein calorie malnutrition.
2.
Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang
terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama
tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Dorland,
1998:649). Yang mencolok pada keadaan nutritionalmarasmus ialah
pertumbuhan yang berkurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya
lemak bawah kulit. Pada permulaan kelainan demikian merupakan proses
fisiologik. Untuk berlangsungnya hidup jaringan, maka tubuh memerlukan energi
yang tidak dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat
dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein dipakai juga untuk memenuhi
energi. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital (Nelson,1999). Marasmus dapat terjadi pada
segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat
cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare.
Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi,
kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan
metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat (Dr.
Solihin, 1990:116). Tanda dan gejala yang terjadi seperti:
1.
Wajah
seperti orang tua.
3.
Sering
disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis berulang, TBC).
5.
Kulit
keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana
longgar-baggy pants).
6.
Perut
cekung.
7.
Iga
gambang.
Karena
tidak ada edema, maka marasmus sering disebut non edematous protein
calorie malnutrition.
3. Marasmic-Kwashiorkor
Penyakit
ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor dengan gabungan gejala
yang menyertai seperti:
a.
Berat
badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas
kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit dan sebagainya.
b.
Tubuh
mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
c.
Kalium
dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik seperti
gangguan pada ginjal dan pankreas.
d.
Mineral
lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan
fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Gejala
klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala
masing-masing penyakit
tersebut.
D.
Akibat
Gizi Buruk
1.
Menyebabkan
kematian bila tidak segera ditanggulangi oleh tenaga kesehatan.
2.
Kurang
cerdas.
3.
Berat
dan tinggi badan pada umur dewasa lebih rendah dari normal.
4.
Sering
sakit infeksi seperti batuk,pilek,diare,TBC,dan lain-lain.
E.
Pencegahan Gizi Buruk
1.
Memberikan ASI
eksklusif (hanya
ASI) sampai anak berumur 6
bulan. Setelah
itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping
ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2.
Anak
diberi makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya untuk lemak minimal 10% dari
total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3.
Rajin
menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program posyandu. Cermati
apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai,
segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4.
Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa
ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah
pulang dari rumah sakit.
5.
Jika
anak menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi
dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan
setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan
hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan
meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan
sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia
di kemudian hari.
F.
Masalah
Gizi di Indonesia
dan
kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah
gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan
kekurangan zat gizi mikro.
Kesepakatan global dalam bidang pangan dan gizi
terutama World Summit for Children 1990, international
Conference on Nutrition 1992 di Roma dan World Food
Summit 1996 menetapkan sasaran program pangan dan perbaikan gizi yang
harus dicapai oleh semua negara. Sasaran global tersebut sampai saat ini
menjadi salah satu acuan pokok di dalam pembangunan program pangan dan gizi di
semua negara termasuk Indonesia. Pembangunan program pangan dan gizi di
Indonesia selam 30 tahun terakhir menunjukan hasil yang positif. Analisis
penyediaan pangan tahun 1999 secara makro disimpulkan bahwa persediaan energi
dan protein per kapita/hari masing-masing sebesar 2.890 Kkal dan 62,7 gram,
telah memenuhi kecukupan yang dianjurkan. Masalah pangan baru
terlihat pada tingkat konsumsi rumah tangga. Data tahun 1998 menunjukan bahwa
antara 49% sampai 53% rumah tangga di berbagai daerah mengalami defisit energi
(konsumsi < 70% kebutuhan energi). Defisit pangan di tingkat rumah tangga
disertai distribusi pangan antar anggota keluarga yang tidak baik didasari
pengetahuan atau perilaku gizi yang belum memadai berakibat
munculnya masalah kurang gizi.
Gambaran makro perkembangan keadaan gizi masyarakat
menunjukan kecenderungan yang sejalan. Prevalensi kurang energi protein pada
balita turun dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun 1999.
Penurunan serupa juga terjadi pada prevalensi masalah gizi lain. Prevalensi
gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A, dan anemia gizi pada tahun
1998 masing-masing 9,8%, 0,3%, dan 50,9%. Dibandingkan dengan sasaran global
yang disepakati, keadaan gizi masyarakat di Indonesia masih jauh ketinggalan.
Sebagai contoh, pada tahun 2005 diharapkan terjadi penurunan prevalensi kurang
energi protein menjadi 20%, gangguan akibat kurang yodium menjadi 5%, anemnia
gizi menjadi 40%, dan bebas masalah kebutaan akibat kurang vitamin A.
Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 semakin memperburuk
keadaan gizi masyarakat. Selama krisis, ada kecenderungan meningkatnya
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk terutama pada kelompok umur 6-23 bulan.
Munculnya kasus-kasus marasmus, kwashiorkor merupakan indikasi adanya penurunan
ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Upaya untuk mencegah semakin memburuknya
keadaan gizi masyarakat di masa mendatang harus dilakukan segera dan
direncanakan sesuai masalah daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam
pelaksanaan desentralisasi. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai daerah otonom, mengatur
kewenangan pemerintahan daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan
termasuk pembangunan di bidang pangan dan gizi. Iklim baru ini merupakan
peluang untuk percepatan pencapaian sasaran nasional dan global. Adanya
kebijakan dan strategi yang tepat, program yang sistematis mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan akan sangat mendukung pencapaian
sasaran nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gizi buruk adalah bentuk terparah
(akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya tingkat konsumsi energi dan protein dan makanan sehari-hari dan
terjadi dalam waktu yang cukup lama. Penyebab gizi buruk terdiri dari penyebab
langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung, yaitu kurangnya asupan gizi dari makanan, akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Sedangkan penyebab tidak
langsungnya yaitu ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai,
pola pengasuhan anak kurang memadai, pelayanan kesehatan dan lingkungan
kurang memadai. Tipe gizi buruk terdiri dari marasmus, kwashiorkor,
marasmic-kwashiorkor.
B.
Saran
Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan
kasus gizi buruk terlambat. Seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan
disaat penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus
gizi buruk merebak barulah pemerintah melakukan tindakan (serius). Keseriusan
pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri.
Sebab, perilaku masyarakat yang sudah membudaya selama ini adalah,anak-anak
yang menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu
hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang
diberikan. Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data
dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan
bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Dan seharusnya para ibu
mengupayakan sesuatu yang terbaik untuk anaknya yang nantinya anak tersebut
dapat menolong sang ibu
DAFTAR
PUSTAKA
Nasar, dkk.Ped Tata Kurang
Protein. Pkm-IDAI
Nency, Y dan Arifin, M.T.2005.Gizi
Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Inovasi Edisi
Vol.5/XVII/November/2005: Inovasi Online
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Prinsip-prinsip
Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka Cipta.