Senin, 30 Maret 2020

Makalah Partai Nasional Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pergerakan non-kooperasi merupakan sikap radikal ini yang ditandai dengan taktiknon-kooprasi dari pihak partai politik. Artinya dalam memperjuangkan cita- citanya mereka tidak mau bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Semua hal untuk mempercepat cita-cita yang diusahakan sendiri, antara lain memperkokoh persatuan nasional, memajukan pendidikan, meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial untuk mensejahterakan rakyat. Mereka juga tidak mau memasuki dewan perwakilan rakyat yang dibentuk pemerintah kolonial baik daerah maupun pusat. Disini kami mencoba membahas beberapa partai politik non-kooprasi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah Partai Nasional Indonesia?

C.     Tujuan Penulisan
1. Untuk mendiskribsikan Partai Nasional Indonesia

                           


BAB II
PEMBAHASAN

A. Partai Nasional Indonesia
Lahirnya Partai Nasional Indonesia Pada bulan November 1925, tahun terakhirnya Ir. Soekarno menyelesaikan studinya, membantu mendirikan Algemeene Studieclub “ kelompok belajar umum” di kalangan mahasiswa. Kelompok belajar-nya Soekarno nyata bersifat politik, dengan kemerdekaan Indonesia sebagai tujuannya. Pada tanggal 4 Juli 1927 berdirilah di kota Bandung atas usaha Dr. Cipto Mangoenkoesoemo, Ir. Soekarno, Mr. Iskaq Cokroadisoerjo, Mr. Sartono, Mr. Boediarto, Mr. Soenarjo, Dr. Samsi, Ir. Anwari dan lainnya, “Perserikatan Nasional Indonesia” atau PNI.
Menarik perhatian bahwa peresmian berdirinya PNI berlangsung pada tanggal 4 Juli 1927. Tanggal kelahiran PNI jelas bukan suatu kebetulan. Almarhum Adam Malik dalam bukunya Adam Malik Mengabdi RI pernah menjelaskan bahwa pilihan tanggal 4 Juli ada kaitannya dengan hari kemerdekaan Amerika Serikat. Sejarah mencatat proklamasi kemerdekaan Amerika berlangsung pada tanggal 4 Juli 1776 di Philadelpia. Dengan memilih 4 Juli sebagai hari berdirinya PNI, para pemimpin PNI berharap semangat, siasat dan keberhasilan revolusi kemerdekaan Amerika akan mengilhami semangat, siasat dan keberhasilan perjuangan bangsa Indonesia di bawah pimpinan PNI.
Bung Karno berharap bangsa Indonesia dapat bersatu padu, karena hanya dengan cara begitu mereka dapat menang menghadapi penjajah. Untuk itu paham atau ideologi yang berbeda perlu dipersatukan lewat persamaan- persamaan yang ada. Demikianlah Bung Karno pada tahun 1926 mengajak pendukung ideologi Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme untuk dapat dan mau bersatu.
Perbedaan- perbedaan yang ada mestinya dikesampingkan. Asas dan tujuan partai ini sangat jelas yaitu perjuangannya yang bersifat antikolonialisme nonkooperasi, dan organisasi massa. Maka dalam hubungan itu membangkitkan kesadaran nasional adalah salah satu tugas PNI, yaitu mengsinyafkan rakyat akan besarnya penderitaan dalam menghadapi eksploitasi ekonomi, sosial, dan politiknya yang dijalankan oleh penguasa kolonial. Kemudian asas PNI adalah (1) selfhelp, yaitu prinsip menolong diri sendiri (2) non-mendiacancy atau antipati terhadap pemerintah serta non-kooperasi yaitu tidak mau bekerja sama dengan pemerintah dan (3) marhaensime, yaitu ideologi kerakuatan yang mencita-citakan terbentuknya masyarakat sejahtera secara merata. Sedangkan watak PNI adalah merah putih dan kepala banteng sebagai lambangnya, kesemuanya melambangkan berani, suci dan percaya kepada diri sendiri. Program PNI dalam tiga lapangan yaitu politik, ekonomi, dan sosial.
Dalam politik bertujuan : 1. memperkuat perasaan kebangsaan dan persatuan Indonesia 2. menyebarkan pengetahuan tentang sejarah nasional 3. mempererat hubungan antar bangsa-bangsa di Asia dan 4. menuntut kemerdekaan pers dan kemerdekaan berserikat. Dalam bidang ekonomi bertujuan : 1. berusaha mencapai perekonomian nasional 2. menyongkong perdagangan dan perindustrian nasional 3. mendirikan fons nasional dan keperesi-koperasi. Sedangkan tujuan dalam bidang sosial yaitu 1. memajukan pengajaran nasional 2. memperbaiki kedudukan wanita 3. memajukan serikat buruh dan tani 4. memperbaiki kesehatan rakyat dan 5. mengajurkan monogami Asas dan tujuan partai ini sangat jelas yaitu perjuangannya yang bersifat antikolonialisme nonkooperasi, dan organisasi massa. Maka dalam hubungan itu membangkitkan kesadaran nasional adalah salah satu tugas PNI, yaitu mengsinyafkan rakyat akan besarnya penderitaan dalam menghadapi eksploitasi ekonomi, sosial, dan politiknya yang dijalankan oleh penguasa kolonial.
Di dalam keterangan azasnya diterangkan bahwa susunan masyarakat Indonesia, baik dalam aspek politik, ekonomi dan sosial sudah dirusak oleh kapitalisme- imperialisme, dirusak oleh penjajahan. Maka jalan satu-satunya adalah untuk memperbaiki susunan masyarakat yang sudah rusak itu ialah dengan mencapai terlebih dahulu kemerdekaan politik yang berarti berakhirnya pengaruh perusak kapitalisme imperialisme yang berbuntut penjajahan.
Dengan demikian seluruh tenaga nasional akan dikerahkan untuk mencapai kemerdekaan politik, untuk melaksanakan cita-cita Indonesia Merdeka. 2. Perkembangan PNI PNI lahir sebagai tanda kesadaran kesadaran rakyat Indonesia dan sebagai kelanjutan pergerakan kebangsaan Indonesia yang sudah dirintis oleh organisasi sosial politik sebelumnya. PNI didirikan dan dipimpin oleh kaum muda yang terpelajar dan telah mendapatkan pendidikan politik melalui kursus-kursus politik maupun buku-buku pergerakan. Dalam kongres di Surabaya tanggal 27-30 Mei 1928, diputuskan untuk mengganti perkataan ”perserikatan” menjadi perkataan ”partai”. Perkumpulan selanjutnya akan disebut ”Partai Nasional Indonesia” atau dikenal sebagai PNI.
Pergantian nama ini berarti meningkatnya PNI menjadi suatu organisasi yang lebih tersusun, menjadi suatu partai politik yang harus mempunyai program politik, ekonomi, dan sosial yang tertentu dan berhati-hati dalam penerimaan anggota. Popularitas PNI berkembang pesat karena pengaruh Soekarno dengan pidato- pidatonya yang sangat menarik perhatian rakyat. Kewibawaan dan gaya bahasa sebagai alat bagaimana pidato-pidato Soekarno sangat ditunggu-tunggu disetiap pertemuan rapat PNI. Pada akhir tahun 1928 sudah ada 2787 orang anggotanya, sampai Mei 1929 anggotanya telah mencapai 3860 orang (sebagian besar di Bandung, Batavia, dan Surabaya); pada akhir tahun 1929, jumlah anggota partai ini mencapai 10.000 orang. Soekarno menekadkan untuk mengejar Indonesia Merdeka di bawah panji-panji Merah Putih Kepala Banteng (Merah-keberanian, Putih-kebersihan hati, Kepala Banteng-percaya kepada kekuatan dan tenaga sendiri). Usaha propaganda dilakukan dengan membentukserikat sekerja supir ”Persatuan Motoris Indonesia”, Serikat Anak Kapal Indonesia”, Persatuan Jongos Indonesia”.
Bagi PNI, untuk memperoleh pergerakan rakyat yang sadar, maka perkumpulan perlu mempunyai azas yang terang dan jelas, perlu mempunyai suatu teori nasionalisme yang radikal yang dapat menimbulkan kemauan yang satu, yaitu kemauan nasional. Bila kemauan nasional ini cukup tersebar dan masuk mendalam di hati sanubari rakyat, maka kemauan nasional ini menjadi suatu perbuatan, yaitu perbuatan nasional (nationale geest- nationale wil-nationale daad). Dan di dalam anggaran dasar PNI dicantumkan maksud dan tujuannya secara tegas, yaitu Indonesia Merdeka.
Ini berarti PNI mengambil jalan non-kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. Masa-masa awal sangat dipengaruhi oleh ideologi PNI dan mentalitas PNI dalam membentuk mesin birokrasi dan mengerahkan massa. Maka, disinilah arti penting PNI-Birokrasi menjadi eksis dalam percaturan politik yang terjadi Indonesia. Melihat aktifitas politik PNI yang semakin meningkat, pemerintah Hindia Belanda memberi peringatan kepada pimpinan PNI pada tanggal 15 Mei 1928 di sidang pembukaan “Volksraad” yang diucapkan oleh Gubernur Jenderal de Graeff untuk menahan diri. Meski ada peringatan dari pemerintah Hindia Belanda, PNI tetap terus melakukan kegiatan politiknya, salah satunya adalah dengan menyelenggarakan kongres yang pertama.
Pada kongres yang diadakan di Surabaya, tanggal 27-30 Mei 1928, PNI memutuskan merubah namanya menjadi “Partai Nasional Indonesia”. Perubahan nama ini berarti meningkatnya PNI menjadi suatu organisasi yang lebih tersusun rapi, menjadi suatu partai politik yang harus mempunyai program politik, ekonomi dan sosial yang lebih baik dan berhati-hati dalam penerimaan anggota. Sebagai anggota hanya dapat diterima orang-orang yang sadar dan aktif. Di kongres kedua yang diadakan di Jakarta tanggal 18-20 Mei 1929, ketua PNI Bung Karno memberikan pidato yang berapi-api di depan peserta kongres.
Bung Karno memantapkan kebulatan hati anggota PNI untuk mengejar Indonesia Merdeka dibawah panji-panji “Merah-Putih-Kepala Banteng”. Merah berarti keberanian, putih kebersihan hati sedangkan kepala banteng berarti percaya pada kekuatan dan tenaga sendiri. Media Propaganda PNI Pemerintah Hindia Belanda yang semakin hari bertambah cemas melihat pengaruh yang diperoleh PNI dimana-mana, mulai menunjukkan tangan besi. Program-program tersebut lalu disosialisasikan ileh Ir. Soekarno, sehingga dalam waktu singkat PNI telah meluas dengan cepatnya.
Melihat perkembangan PNI yang begitu pesat, maka Gubernur Jendral dalm pidato pembukaan Volksraad tanggal 15 Mei 1928 memandang perlu memberikan peringatan kepada pemimpin-pemimpin PNI supaya menahan diri dalam ucapanya, propogandanya dan lain-lain. Ternyata peringata itu tidak dihiraukan oleh pemimpin-pemimpin PNI, sehingga pmerintah Hindia Belanda memandang perlu memberikan peringatan kedua dalam bulan Juli 1929. Pada akhir tahun 1929 tersiar kabar yang bersifat provokasi, yang mendesas-desuskan bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan pada awal tahun1930.
Berdasarkan berita propovaksi itu, maka pada tanggal 24 Desember 1929 pemerintah Hindia Belanda menggadakan penggeledahan dan menangkap empat pemimpin PNI yaitu Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangkuprojo, dan Supriadinata. Keempat pempin PNI itu lalu dihadapkan kemuka pengadilan di Bandung. Karena adaya pasal-pasal karet yang bisa menjerat pembicaraan dalam rapat maupun tulisan-tulisan di surat kabar, maka pengadilan negeri Bandung merasa berhak menghukum keempat orang ini. 3. Perpecahan di Tubuh PNI Sesudah Bung Karno ditahan, dan dijatuhi hukuman selama 4 tahun kepemimpinan PNI diambil alih oleh Mr. Sartono.
Setelah melalui kongres pada bulan April 1931 di Jakarta, Pengurus Besar PNI mengeluarkan maklumat tentang pembubaran PNI dengan alasan untuk menjaga anggota-anggota PNI lainnya agar tidak mendapatkan kesulitan karena dituduh sebagai anggota partai terlarang. Pengurus besar PNI atas anjuran Mr. Sartono, berkenaan dengan keputusan pengadilan negeri Bandung tersebut, mengusulkan pembubaran PNI dan sebagai gantinya mereka mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Partai ini bertujuan Indonesia Merdeka dan berdiri atas dasar nasionalisme dan “self-help” atau yang lazimnya dikenal sebagai sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Ketika Bung Karno keluar dari penjara Sukamiskin pada pertengahan 1932, ia mendapati PNI (lama) telah terpecah menjadi dua yaitu PNI (Baru) dan Partindo.
Namun akhirnya Bung Karno memilih Partindo sebagai basis perjuangannya. Partindo hampir sam persisi dengan PNI yang telah dibubarkan berjuang secara langsung menuju sasarannya secara konfrontasi yaitu langsung menuju tercapainya Indonesia merdeka, namun sifat radikal dikendorkan. Jika PNI lama berkepala banteng, maka Partindo berlambang benteng utuh, serta merupakan partai masal. PNI baru didirikan oleh para pemimpin yang menentang pembubaran PNI lama sehingga ingin tetap mempertahankan nama PNI. Oleh karena itu untuk membedakan PNI lama dan PNI baru dibentuk sebauah nama PNI baru, tujuan PNI baru partai lebih mementingkannkader-kader demokrat sejati. Karena ia terbatas pada lingkungan yang lebih kecil, khususnya golongan intelektual.
Terjaminya kebebasan-kebebasan demokrasi dan perbaikan ekonomi lebih mengutamkan untuntuk menjamin tersusunya kekuatan menghadapi kekuatan Belanda. Ir. Soekarno yang mendpat pengurungan hukuman 1 tahun, maka setelah keluar dari penjara akhirnya masuk ke Partindo. Karena Ir. Soekarno setelah itu masih sama tetap saja berporopoganda dengan cara yang sama saja seperti sebelum dihukum, Ir Soekarno akhirnya ditangkap lagi pada tanggal 30 Juli 1930.
Dalam perkembanganya pemerintah Belanda membiarkan begitu saja gerakan Partindo dan PNI Baru, karena sudah dilumpuhkan dengan melarang kedua partai itu untuk berapat. Tentunya perkumpulan yang dilarang untuk berapat dengan sendirinya tidak bisa terus. Karena itu pada akhir tahun 1934, Partindo dan PNI Baru bubar.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan 
PNI adalah entitas yang dinamis karena pertentangan berbagai unsur di dalamnya. PNI adalah Jawasentris dan sekuler, tetapi mencakup unsur non-Jawa dan Islam. Kelompok birokrat priayi, lapisan sosial atas berpendidikan Barat, dan Berbeda dengan agama yang disatukan oleh konsep “umat” atau komunisme yang mewadahi perjuangan kelas proletar, nasionalisme memiliki kontradiksi karena penyatuan rakyat dilakukan bukan atas nama mereka, tetapi atas nama bangsa dan negara dengan sebuah identitas primordial. Lalu partai nasionalis sering mencari figur karismatis untuk menyatukan pengikutnya.
Pendukungnya yang memiliki beragam identitas primordial dan kelas sosial menemukan wadah kulturalnya, yakni budaya feodal yang masih berakar kuat. Sehingga kita dapat melihat bagaimana Soekarno menjadi jantung dari pergerakan PNI. PNI langsung kehilangan pamornya ketika Soekarno ditangkap . Pada era 1950-an, PNI melakukan propaganda dengan menyebut Soekarno sebagai pemimpin PNI, padahal itu terjadi pada era 1920-an. Kedekatan PNI dengan soekarno membuat PNI mendapatkan dukungan yang besar dari rakyat Indonesia . PNI berhasil memenangkan pemilu pertama dan juga mendapatkan posisi strategis dipemerintahan. Itu semua tidak lepas dari nama besar soekarno sebagai pendiri PNI. Sehingga PNI dapat di Identikan dengan Seokarno.                                                    
                                               


DAFTAR PUSTAKA
Kartodirjdo, Sartono. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Jilid II Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Lubis, L.M. 1987. Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat Ricklefts, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta 1991




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perubahan Wujud Benda